Halaman

Total Tayangan Halaman

Selasa, 22 November 2011

gentum monohibrid dihibrid


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
             Banyak sifat pada tanaman, binatang, dan mikrobia yang diatur oleh satu gen. Gen-gen dalam individu diploid berupa pasangan-pasangan alele dan masing-masing orang tua mewariskan satu alele dari pasangan gen tadi kepada keturunannya. Pewarisan sifat dapat dikenal dikenal dari orang tua kepada keturunannya secara genetik disebut hereditas. Hukum pewarisan ini mengikuti pola yang teratur dan terulang dari generasi ke generasi. Mendel  yang telah merumuskan pola-pola pewarisan sifat tersebut, sehingga kita dapat memprediksikan kemungkinan dari hasil anakan atau persilangan yang dilakukan  Dengan mempelajari pewarisan gen tunggal akan dimengerti mekanisme pewarisan satu sifat dan bagaimana suatu sifat tetap ada dalam populasi. Demikian juga akan dimengerti bagaimana pewarisan dua sifat atau lebih.
            Sifat yang tampak pada suatu individu (fenotipe) merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Suatu individu yang memiliki penampakan fenotipe sama belum tentu memiliki susunan genetik (genotipe) yang sama, atau bisa juga individu dengan sifat genotipe sama tetapi pada penampilan fenotipenya berbeda. Hal tersebut merupakan faktor lingkungan yang memberi pengaruh.
            Persilangan antara dua individu bisa melibatkan satu atau lebih sifat beda. Berdasarkan banyaknya sifat beda yang terdapat pada suatu individu dapat dibedakan, (Suryo, 1984):
1.      Monohibrid, ialah persilangan yang melibatkan satu sifat pada satu individu.
2.      Dihibrid, ialah suatu persilangan yang melibatkan dua sifat beda.
3.      Trihibrid, ialah persilangan yang melibatkan tiga sifat beda dan seterusnya.
Lalat buah atau Drosophila melagonaster telah memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan dunia genetika. Penggunaan lalat ini sebagai materi percobaan genetika sudah berlangsung sejak awal abad ke-20 ini (tahun 1903), sehingga data yang terkumpul sudah sangat banyak.
            Thomas Hunt Morgan adalah perintis penggunaan lalat Drosophila melanogaster sebagai objek dalam penelitian genetika (Kimball, 1992). Beberapa pertimbangan utama penggunaan lalat Drosophila melagonaster dalam percobaan genetika adalah:
1.      Mudah didapat.
2.      Lalat Drosophila melagonaster memiliki ukuran yang  kecil sehingga suatu populasi yang besar dapat dipelihara dalam laboratorium.
3.      Siklus hidupnya pendek yakni hanya sekitar 2 minggu.
4.      Mudah membedakan antara jantan dan betina.
5.      Lalat betina sangat subur karena dapat menghasilkan ratusan telur yang telah dibuahi selama satu siklus hidupnya.
6.      Memiliki banyak mutan.
7.      Jumlah kromosom yang sedikit.
8.      Memiliki kromosom raksasa di dalam kelenjar ludah larva.
9.      Drosophila jantan tidak mengalami pindah silang.



B. Tujuan
            Praktikum ini bertujuan untuk membuktikan Hukum Mendel I dan II mengenai persilangan monohibrida dan dihibrid dan untuk mengenalkan lalat Drosophila melagonaster normal dan mutannya serta mengidentifikasi kelamin lalat Drosophila melagonaster jantan dan betina.






II. TINJAUAN PUSTAKA

            Ciri-ciri yang dapat diamati (secara kolektif, fenotipenya) suatu organisme dikendalikan oleh suatu faktor penentu yang disebut dengan gen. Setiap sifat fenotipik pada organisme diploid dikendalikan setidak-tidaknya satu pasang gen, satu anggota gen pasangan tersebut diwariskan dari setiap tetua. Suatu organisme dengan sepasang alele yang berbeda, sebagai heterozigot. Gamet-gamet yang terbentuk karena meiosis, maka pasangan-pasangan gen akan menjadi terpisah-pisah dan didistribusikan satu-satu kepada setiap gamet dikenal sebagai hukum segregasi Mendel (hukum Mendel I). Mendel menemukan bahwa pewarisan satu pasangan gen sama sekali tidak bergantung pada pewarisan pasangan lainnya (hukum pemilahan bebas=hukum Mendel II). Keadaan ini hanya dapat terjadi bila dua pasang gen yang bersangkutan terdapat pada kromosom-kromosom yang terpisah atau agak berjauhan, (Kimball, 1992).
            Sifat keturunan yang dapat kita amati (warna, bentuk, ukuran) dinamakan fenotipe. Sifat dasar yang tidak tampak dan tetap (artinya tidak berubah-ubah oleh lingkungan) pada suatu individu dinamakan genotipe. Fenotipe dari suatu individu  dapat sama tetapi genotipenya berbeda, hal ini terjadi pada kondisi semidominansi atau intermediet. Hasil perkawinan antara dua individu yang mempunyai sifat beda dinamakan hibrid. Perkawinan yang melibatkan satu sifat beda dinamakan monohibrid, dua sifat beda dinamakan dihibrid, tiga sifat beda dinamakan trihibrid dan seterusnya, (Suryo, 1984).
            Sifat yang diturunkan dari tetua pada keturunannya ada yang bersifat dominan ada juga yang bersifat resesif. Dominansi bersifat penuh, maka pada keturunan F2 dari suatu perkawinan atau persilangan akan menunjukkan perbandingan fenotipe yang berbeda dengan perbandingan genotipenya. Hal ini menunjukkan perbandingan fenotipe yang sama tetapi susunan genotipenya berbeda. Perbandingan fenotipe dan genotipe akan sama jika perkawinan atau persilangan bersifat intermediet atau semidominansi artinya tidak ada gen dari suatu sifat bersifat dominan terhadap gen dari sifat lain, (Kimball, 1992).
           






   Menurut Suryo (1992), inti sel tubuh lalat buah Drosophila melagonaster hanya memiliki 8 buah kromosom, sehingga mudah untuk diamati dan dihitung. Delapan buah kromosom tersebut dibedakan atas:
1.      6 buah kromosom (3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan bentuknya sama. oleh karena itu, kromosom-kromosom ini disebut autosom (kromosom tubuh), disingkat dengan huruf A.
2.      2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks kromosom). Pada jantan dan betina bentuknya berbeda (kromosom-X dan kromosom-Y).
            Apabila berbicara tentang jenis kelamin atau seks dari suatu makhluk hidup tentu terdapat makhluk jantan dan betina. Perbedaan jenis kelamin pda umumnya dipenngaruhi oleh dua faktor, (Suryo, 1992):
1.       Faktor Lingkungan
Sebenarnya faktor lingkungan tidaklah terlalu berpengaruh dalam penentuan jenis kelamin. Biasanya yang mengambil peranan disini adalah keadaan fisiologis. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang penghasilan atau peredarannya, maka pernyataan fenotip pada suatu makhluk mengenai kelaminnya dapat berubah.
2.      Faktor Genetik
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang menentukan jenis kelamin suatu makhluk hidup. Oleh karena itu bahan genetik terdapat di dalam kromosom.



III. BAHAN DAN ALAT

A.    Persilangan monohybrid
1. bahan
    1. biji kedelai P1,P2,F1 dan F2
b.      media untuk menanam kedelai (tanah)
2. alat
a. seedbox
b. sekop tanah
B.     Persilangan dihibrid
1.      bahan
a. lalat drosophila jantan dan betina
    1. kloroform
    2. kapas
2.                                                            alat 
    1. toples
    2. penutup toples
    3. kaca pembesar
    4. cawan petridish
B.                 Pengenalan lalat Drosophila melanogaster
1.      bahan
    1.  lalat drosophila
    2. kloroform
    3. kapas
2.      alat
a.       toples
b.      penutup toples
c.       kaca pembesar
d.      cawan petridish


IV. PROSEDUR KERJA

A.    Persilangan monohybrid
1.            ditanam biji populasi P1,P2,F1 dan F2 pada seedbox berisi tanah.
2.      dibiarkan biji kedelai tumbuh dan berkecambah.
3.      diamati warna batang yang muncul (putih atau ungu) .
4.      ditabulasikan pada table.
5.      dilakukan uji X2.

B.     Pengenalan lalat Drosophila melanogaster
1.      diambil beberapa lalat drosophila setelah dilakukan pembiusan dengan kloroform.
2.                                                                                                      diletakan pada cawan petridish.
3.                                                                                                      diamati bentuk tubuh dan perbedaan antara lalat jantan dengan lalat betina.
4.                                                                                                      digambar pada lembar pengamatan

C.     Persilangan Dihibrid
1.      dipilih 10-20 pasang lalat drosophila dengan dua tanda beda tertentu untuk dikawinkan.
2.      dibuang semua induk persilangan pada saat nampak terbentuk pupa sebelum berubah menjadi imago.
3.                                                                                                      dilakukan pengamatan pada keturunan pertamanya.
4.                                                                                                      dilakukan persilangan antara F1.
5.      dilakukan pengamatan pada F2, dibedakan dan dihitung sesuai dengan fenotipnya .
6.                                                                                                      dilakukan uji X2.





V. HASIL PENGAMATAN

  1. Persilangan Monohibrid.
Perbandingan = 3 : 1, dengan X2 Tabel = 3,84.
a.   persilangan dihibrit lalat drosophila, perbandingan 3:1           

Karakter yang Diamati
Ungu
Putih
O
83
17
100
E
¾ X 100 =  75
¼ X 100 =25
100
IO-EI
83 – 75 = 8
17 – 25 = 8
16
(IO-EI-½)2
(8 – ½)2= 56,25
(8 – ½ )2= 56,25
112,5
(IO-EI-½)2
E
56,25 = 0,75
          75
56,25 = 2,25
         25
3
X2 Hitung 
0,75
2,25
3

Kesimpulan:    X2 Hitung < X2 Tabel
                                    3   <  3,84
Hipotesis diterima hasil observasi  sesuai dengan perbandingan 3:1.


   2. Persilangan Dihibrid
            a. pengenalan lalat drosophilla
  1. antenna
  2. mata merah
  3. kaki
  4. abdomen
  5. sayap panjang
  6. abdomen posterior tumpul
  7. tubuh lebih kecil dari betina
 
                        1. lalat jantan










2.      lalat betina
  1. antena
  2. mata merah
  3. kaki
  4. abdomen
  5. sayap panjang
  6. abdomen posterior lancip
  7. tubuh lebih besar dari jantan
 
 











b. persilangan dihibrid lalat drosophila, perbandingan 9:3:3:1. X2 tabel= 7,28
     


Karakteristik yang diamati
Normal
Ebony
White
White/ebony
O
70
26
18
6
120
E
9/16 X120 =  67,5
3/16 X120 = 22,5
3/16 X120 = 22,5
1/16 X120 = 7,5
120
IO-EI
70 – 67
= 2,5
26 – 22,5
=3,5
18 – 22,5
= -4,5
6 – 7,5
= -1,5
0
(IO-EI-½)2
(6,25)2 = 6,25
(3,5)2 = 12,25
(-4,5)2 = 20,25
(-1,5)2 = 2,25
41
(IO-EI-½)2
E
6,25/67,5 = 0,0925
12,25/22,5 =0,544
20,25/22,5 =0,9
2,25/7,5 = 0,3
1,8365
X2 Hitung 
0,0925
0,544
0,9
0,3
1,8365

simpulan:         X2 Hitung < X2 Tabel
                            1.8365  < 7,81
Hipotesis diterima dan persilangan sesuai dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1




VI. PEMBAHASAN

A. persilangan monohibrid
            Pewarisan sifat dari satu generasi ke generasi lain mengikuti suatu pola yang teratur. Dan Mendel yang menemukan pola pewarisan tersebut, atau yang lebih dikenal dengan hukum Mendel. Hukum Mendel I adalah “Alele berpisah (segregasi) satu dari yang lain selama proses pembentukan gamet dan diwariskan secara rambang kedalam gamet-gamet yang sama jumlahnya”. Sebagai dasar segregasi satu pasang alele terletak pada lokus yang sama dari kromosom homolog. Kromosom homolog ini memisah secara bebas pada Anafase I dari meiosis dan tersebar kedalam gamet-gamet yang berbeda (Crowder, 1986).
            Hukum Mendel I terkenal dengan nama Hukum pemisahan gen yang sealele (the law of segregation of allelic genes). Hukum Mendel I ini berlaku untuk persilangan monohibrid. Persilangan monohibrid adalah persilangan yang melibatkan satu sifat beda dari suatu individu (Aa) (Suryo, 1984).
            Beberapa kesimpulan penting yang dapat diambil dari perkawinan dua individu dengan satu sifat beda, yaitu (Suryo, 1984):
  1. Semua F1 adalah seragam.
  2. Jika dominasi nampak sepenuhnya, maka individu F1 memiliki fenotipe seperti induk yang dominan.
  3. Pada waktu individu F1 yang heterozigotik itu membentuk gamet-gamet terjadilah pemisahan Alele, sehingga gamet hanya memiliki salah satu alele saja.
  4. Jika dominansi nampak sepenuhnya, maka perkawinan monohibrid menghasilkan keturunan yang memperlihatkan perbandingan fenotipe 3:1, tetapi memperlihatkan perbandingan genotipe 1:2:1.
  5. Jika dominansi tidak sepenuhnya nampak dengan kata lain bersifat intermediet, maka perkawinan monohibrid menghasilkan keturunan yang memperlihatkan perbandingan fenotipe dan genotipe yang sama yakni 1:2:1.
Menurut Suzuki dan Griffith (1976), cirri dari perkawinan monohibrid adalah:
  1. Ada yang sungguh-sungguh dinamakan faktor penentu.
  2. Setiap individu mempunyai dua faktor penentu yang menetukan satu dari masing-masing tetua, untuk masing-masing karakter.
  3. Setiap sel kelamin hanya mempunyai satu faktor penentu.
  4. Selama formasi kelamin, salah satu dari dua pasang faktor penentu dari induk ketinggalan dengan frekuensi yang sama dalam sel kelamin.
  5. Kesatuan sel kelamin (untuk membentuk individu baru oleh zigot) adalah acak.
            Hukum ini menerangkan ciri-ciri gen individu. Suatu organisma diploid mempunyai dua salinan gen (sepasang alel). Hanya satu saja yang dipindahkan daripada induk kepada progeni melalui gamet. Apabila gamet bersatu, zigot yang terbentuk mendapat satu salinan gen (satu daripada sepasang alel) daripada setiap induk. (Stricberger,1985)
Gambar 1.1: Pengasingan alel
            Sesuatu gen boleh wujud dalam berbagai-bagai bentuk yang mengekspresikan ciri berlainan (misalnya bunga merah atau putih). Bentuk ini disebuat alel. Jadi hukum Pengasingan Bebas menyatakan bahwa alel-alel ini mengasing secara bebas ke dalam gamet untuk dipindahkan kepada generasi lain. Untuk keadaan homozigot, alelnya adalah sama. Pengawanan di antara dua induk homozigot untuk alel berlainan menimbulkan suatu hibrid atau heterozigot. Jika suatu alel dominan dan yang lain resesif, organisma mempunyai ciri atau fenotip yang dominan. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa genotip sesuatu hibrid ialah alel-alel yang terdapat, dan apabila dua hibrid disilangkan untuk mendapat F2, alel-alel mengasing bebas daripada satu sama lain. Keadaan yang ditunjukkan oleh kajian Mendel ialah dominan rangkap.
Gambar 1.2 : Alel-alel yang menunjukkan pengasingan bebas. Kedua induk adalah homozigot. AA mempunyai dua salinan alel dominan sementara a mengandungi dua salinan alel resesif. Gamet yang terbentuk dari setiap induk hanya seperti AA karena A ialah alel dominan. F1 boleh membentuk dua jenis gamet A dan a. Semasa persilangan, gamet bercantum secara rawakmenghasilkan F2 dengan nisbah 1AA:2Aa:1aa. Karena AA dan Aa mempunyai fenotip sama, nisbah 3:1 berhasil. Dalam kodominan AA memamerkan fenotip perantara, yaitu F1 mempunyai fenotip jelas. F2 mempunyai nisbah fenotip 1 dominan: 2 perantara: 1 resesif.

Praktikum kali ini adalah menganalisis data hasil persilangan tanaman kacang kedelai dengan menggunakan uji Chi Square. Data persilangan monohibrid didapat dengan menyilangkan biji kedelai dengan batang berwarna putih dan ungu. Kemudian dilakukan persilangan biji kedelai batang berwarna putih dan ungu. Didapatkan hasil X2 Hitung < X2 Tabel yaitu 3 < 3,84. dan kesimpulannya bahwa persilangan sesuai dengan perbandingan 3:1.

B. persilangan dihibrid
Drosophila melanogaster atau lalat buahmemegang peranan yang penting dalam beberapa pengujian genetika, seperti dalam pengujian Hipotesis Mendel, baik Hukum Mendel 1 atau Hukum Segregasi dan Hukum Mendel II atau Hukum Pemisahan Secara Bebas, pautan seks, crossing over, kromosom politen dan lain sebagainya. Karakteristik ini menjadikan lalat buah menjadi organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik.
Berikut merupakan klasifikasi dari Drosophila melanogaster (Borror,1992) :
Kingdom Animalia
Phyllum  Arthropoda
Kelas Insecta
Ordo Diptera
Famili Drosophilidae
Genus Drosophila
Spesies Drosophila melanogaster
-     Daur hidup Droshopila melanogaster
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara dua individu dengan memperhatikan dua sifat beda. Perkawinan dihibrid mengacu pada prinsip hukum Mendel II. Hukum Mendel II berbunyi “Pada waktu pembentukan gamet F1 masing-masing gen dari sifat pertama berpadu bebas dengan masing-masing gen dari sifat kedua”. Hukum ini menjelaskan bahwa gen-gen dari sepasang alele memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan gamet-gamet. Perkawinan dihibrid dengan dominansi yang nampak penuh, maka akan menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotipe 9:3:3:1. Semidominansi (artinya dominansi tidak tampak penuh sehingga ada sifat intermediet) pada perkawinan dihibrid maka akan menghasilkan keturunan dengan perbandingan 1:2:1:2:4:2:1:2:1 (Suryo, 1984).
Untuk membandingkan morfologi mutan pada Drosophila melanogaster dapat digunakan Drosophila melanogaster normal (wild type) sebagai pembanding. Pada lalat buah normal (wild type) ciri-ciri morfologinya adalah sebagai berikut:
                    
                        1. Short-Winged Flies
      Sayap-sayap lalat ini pendek. Sayap lalat ini tidak bisa terbang, mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu vestigial gen, pada kromosom yang kedua. Lalat ini mempunyai suatu mutasi terdesak/terpendam. Tentang penghembus vestigial gen yang dibawa oleh masing-masing lalat (satu dari orangtua masing-masing), kedua-duanya harus diubah untuk menghasilkan sayap yang abnormal.
                       
          

                         2. Curly-Winged Flies
      Sayap-sayap lalat ini keriting. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu "gen keriting" pada kromosom yang kedua. Sayap-sayap keriting ini terjadi karena suatu mutasi dominan, yang berarti bahwa satu salinan gen diubah dan menghasilkan cacat itu. Jika salinan kedua-duanya (orang tuanya) adalah mutan, maka lalat ini tidak akan survive.

           
                            
                    3. Ebony Flies
      Lalat ini berwarna gelap, hampir hitam dibadannya. Mereka membawa suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen kayu hitam yang terletak pada kromosom ketiga. Secara normal, gen kayu hitam bertanggung jawab untuk membangun pigmen yang memberi warna pada lalat buah normal. Jika gen kayu hitam cacat, maka pigmen yang hitam ini dapat menyebabkan badan pada lalat buah menjadi hitam semuanya.
           
          
                      
                         4. Yellow Flies
      Lalat ini berwarna kekuningan dibanding lalat normal. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen kuning pada kromosom X. Gen kuning diperlukan untuk memproduksi suatu pigmen pada lalat hitam normal. Sedangkan pada mutan ini tidak bisa menghasilkan pigmen atau gen kuning ini.
          
                      5. White-Eyed Flies
      Lalat ini mempunyai mata putih. Seperti lalat orange-eyed, mereka juga mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen putih. Tetapi di lalat ini, gen putih secara total cacat, sehingga tidak menghasilkan pigmen merah sama sekali.
                     
                    6. Orange-Eyed Flies
      Lalat pada gambar yang dilingkari mempunyai warna mata seperti warna jeruk. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen putih, yang secara normal menghasilkan pigmen merah di dalam mata. Di lalat ini, gen yang putih hanya bekerja secara parsial, memproduksi lebih sedikit pigmen merah dibanding lalat normal.
                     
                           7. Eyeless Flies
      Lalat ini tidak punya mata. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen buta, yang secara normal diinstruksikan sel di dalam larva untuk membentuk suatu mata.
                           
                         8. Leg-Headed Flies
      Lalat ini mempunyai antena seperti kaki abnormal pada dahi mereka. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen antennapedia (bahasa latin untuk "antenna-leg"), yang secara normal diinstruksikan sel untuk merubah beberapa badan untuk menjadi kaki. Di lalat ini, gen antennapedia dengan licik instruksikan sel yang secara normal untuk membentuk antena menjadi kaki sebagai gantinya.

                     

                  10. Normal
Drosophila melanogaster normal: Warna mata majemuk merah, ukuran tubuh normal, sayap panjang dan lurus,warna tubuh coklat muda. Ukuran tubuh lalat jantan lebih kecil daripada lalat betina., memiliki sisir seks pada lengan, serta segmen hitam pada ujung abdomen lebih besar dibanding dengan lalat betina.
Praktikum kali ini adalah menganalisis data hasil persilangan Drosophila melanogaster  dengan menggunakan uji Chi Square. Lalat normal, ebony, white, dan white/ebony kemudian disilangkan.  Didapatkan hasil X2 Hitung < X2 Tabel yaitu 1,8365 < 7,82. dan kesimpulannya bahwa persilangan sesuai dengan perbandingan 9:3:3:1.
Baik persilangan monohibrid dan dihibrid menunjukan hasil yang signifikan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang mendukung dan tidak adanya penyimpangan pada persilangan tersebut. Hasil penelitiannya menghasilkan hukum Mendel II atau hukum absortasi atau hukum pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari kedua induk akan berkumpul dalam zigot, tetapi kemudian akan memisah lagi ke dalam gamet-gamet secara bebas.


           














VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
  1. Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua individu dengan melibatkan satu sifat beda. Perbandingan fenotipe keturunan F2 pada dominansi penuh 3:1, sedangkan perbandingan genotipenya 1:2:1. Tetapi untuk yang bersifat intermediet perbandingan genotipe dan fenotipe pada F2 adalah 1:2:1.
  2. Persilangan dihibrid adalah persilangan dengan melibatkan dua sifat beda. Perbandingan fenotipe keturunan F2 pada dominansi penuh 9:3:3:1, sedangkan perbandingan genotipenya 1:2:1:2:4:2:1:2:1. Tetapi untuk yang bersifat intermediet perbandingan genotipe dan fenotipe pada F2 adalah  1:2:1:2:4:2:1:2:1.
  3. Besarnya nilai X2 hitung untuk monohibrid adalah 3 sedangkan nilai X2 tabel adalah 3,84, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persilangan sesuai perbandingan (3:1) karena X2 tabel > X2 hitung.
  4. Besarnya nilai X2 hitung untuk dihibrid adalah 1,8365 sedangkan nilai X2 tabel adalah 7,82, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persilangan sesuai perbandingan (9:3:3:1) karena X2 tabel > X2 hitung.
5.      Dari hasil percobaan yang dilakukan (Persilangan Monohibrid dan Dihibrid), hasilnya sesuai dengan Hukum Mendel I dan II sehingga penyimpangan yang terjadi diterima/signifikan, dan persilangan sesuai dengan perbandingan.


B. Saran
      Untuk praktikum persilangan monohibrid dan dihibrid sudah baik sekali dalam pelaksanaannya. Hanya saja jika penggunaan lalat Drosophila melanogaster tidak memungkinkan, diharapkan dilakukan revisi pada diktat agar tidak terjadi miss communication pada saat jalannya praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Arie, 2009. Menguak Misteri Mutasi. http://ariecyber.blogdrive.com/archive/40.html. Diakses tanggal 3 juni 2009 jam 15.30
Borror, D.J., Triplehorn, C. A., dan Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran  Serangga. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Crowder, L. V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University          Press:Yogyakarta.
Ghostrecon, 2008. Drosophila melanogaster. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/biologi-umum/drosophila-melanogaster. Diakses tanggal 6 juni 2009 jam 10.15
Kimball, J. W. 1992. Biologi Jilid 1. Penerbit Erlangga:Jakarta.

Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta.

Sticberger, Monroe. W. 1985. Genetics. Macmillan Publishing Company : New      York.

Suzuki, D. T and Anthony, J. F. Griffith. 1976. An Introduction to Genetics            Analysis. W. H. Freeman and Company, San Fransisco

Tidak ada komentar:

Posting Komentar