Halaman

Total Tayangan Halaman

Selasa, 22 November 2011

gentum frekuensi alele dll


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Dalam mempelajari ilmu genetika kita tertarik pada nisbah fenoitpe dan genotipe dari keturunan yang dihasilkan dari keturunan tertentu. Hal ini meliputi persilangan antaara dua tetua murni untuk mendapatkan F1 heterosigot. F1 heterosigot kemudian dibuahi sendiri atau saling disilangkan (intercross) dengan F1 yang lain untuk mendapatkan keturunan F2 atau F1 disilang balik dengan tetua homosigot resesif dalam suatu uji silang (testcross). Analisis nisbah F1, F2 danuji silang dapat digunakan untuk menetukan dominasi, jumlah gen yang mengatur suatu sifat, jarak peta dan urutan letak gen.
            Analisis genetik penting bagi pemulia tanaman dalam pengembangan varietas baru. Suatu varietas tanaman baru yang dikembangkan merupakan modifikasi dari suatu populasi. Pemulia tanaman tertarik untuk mengarahkan evolusi dari suatu populasi dengan tujuan memperbaiki sifat dari tanaman tersebut. Yang menarik bagi pemulia tanaman yaitu frekuensi gen yang mengatur ketahanan penyakit dalam populasi itu. Pengertian tentang susunan genetik populasi dan kekuatan yang mengubah frekuensi gen berguna dalam mempertahankan konsentrasi gen yang diinginkan.

B. Tujuan
            Praktikum ini bertujuan untuk menghitung frekuensi alele dan frekuensi genotipe; membuktikan hukum Hardy-Weinberg, serta mengukur sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif.







II. TINJAUAN PUSTAKA
            Suatu populasi terdiri atas individu-individu sejenis yang saling berinteraksi. Dalam suatu poulasi menurut hukum Hardy-Weinberg adalah tetap. Menurut hukum Hardy-Weinberg jika individu-individu dalam populasi melakukan atau mengadakan persilangan secara acak dan beberapa asumsi terpenuhi, maka frekuensi alel dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan yang stabil, yaitu tidak berubah dari generasi ke generasi berikutnya. Tiap gamet yang terbentuk akan sebanding dengan frekuensi masing-masing alelnya dan frekuensi tiap tipe zigot akan sama dengan hasil kali dari frekuensi gamet-gametnya, (Stanfield, 1991).
            Beberapa asumsi yang mendasari perolehan kesimbangan genetik seperti diekspresikan dalam persamaan Hardy-Weinberg adalah:
1.      Populasi itu tidak terbatas besarnya dan melakukan secara acak (panmiktis).
2.      Tidak terdapat seleksi, yaitu setiap genotype yang dipersoalkan dapat bertahan hidup sama seperti yang lain (tidak ada kematian diferensial).
3.      Populasi itu tertutup yaitu tidak terjadi perpindahan (migrasi).
4.      Tidak ada mutasi dari satu alelik kepada yang lain. Mutasi diperbolehkan jika laju mutasi maju dan kembali adalah sama atau ekuivalen.
5.      Terjadi meiosis normal, sehingga hanya peluang yang menjadi faktor operatif dalam gametogenesis.
            Jika dalam suatu populasi terjadi perubahan dalam keseimbangan populasi tersebut maka akan terjadi pelanggaran batasan hukum Hardy-Weinberg akan menyebabkan poulasi tersebut bergerak menjauhi frekuensi keseimbangan gametik dan zigotik, (Stanfield, 1991).
             Frekuensi merupakan perbandingan antara banyaknya individu dalam suatu kelas dengan jumlah seluruh individu. Setiap individu memiliki sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif. Timbulnya berbagai variasi dalam sifat keturunan tertentu merupakan pengaruh dari gen-gen ganda (multiple gen atau poligen). Poligen merupakan salah satu dari seri gen ganda yang  menentukan pewarisan secara kuantitatif, (Suryo, 1984).





























III. BAHAN DAN ALAT

A. Bahan:
1.      Kertas lembar pengamatan.
2.      2 kantong plastik yang berisi biji kedelai.
3.      1 kantong plastik yang berisi kancing berwarna merah muda, merah dan putih.
4.      1 kantong plastik kacang tanah yang sudah dikelupas kulitnya.
B. Alat:
1.      Neraca atau timbangan elektrik (mikro)
2.      Kalkulator
3.      Lembar pengamatan
4.      Kantong plastik
5.      Alat tulis

     















IV. PROSEDUR KERJA

1.      Dimisalkan suatu populasi yang sudah dalam keadaan setimbang, tersusun dari individu-individu dengan warna merah (GG), putih (gg), dan merah muda (Gg).
a.       Individu sebanyak 200 buah diambil secara acak
b.      Warna individu yang terpilih dicatat
c.       Frekuensi genotip dan frekuensi alele G dan alele g dihitung.
2.      Kantong plastik sebanyak 2 buah dengan ukuran yang sama disiapkan
a.       Setiap kantong diisi dengan 2 macam warna kancing baju dengan perbandingan seperti hasil perhitungan point 1. Kedua kantong isinya sama banyak.
b.      Secara acak kancing dari setiap kantong diambil dan warna keduanya dicatat.
c.       Pengambilan diulang sebanyak 100 kali.
d.      Frekuensi genotip dan ferkuensi alele dihitung.
e.       Data dimasukkan dalam tabel yang tersedia.
f.       Dianalisa dengan uji x2.
3.      Pengambilan 100 kali  biji kedelai
a.       Secara acak biji kedelai diambil dari dalam kantong plastik dan catat warnanya (genotip HH, HP, PP).
b.      Pengambilan dilakukan sebanyak 100 kali.
c.       Hitung frekuensi gehotipe dan alel H serta alel P.
d.      Dianalisa dengan uji x2.
4.      Pengamatan karakter kuantitatif dan kualitatif menggunakan kacang tanah:
a.       Secara acak individu dari populasi kacang tanah yang tersedia diambil dan ditimbang.
b.      Pekerjaan tersebut diulang sebanyak 200 kali.
c.       Bobotnya diamati dan dibuat grafiknya.


V. HASIL PENGAMATAN

Pengambilan kancing (Chi-square), X table 5,99 Perbandingan 1:2:1

P
MJ
M
å
Observasi (O)
Harapan (E)
(O – E)2
52
50
2

0,08
98
100
-2

0,04
50
50
0

0
200
200
0

0, 12
X2
0,08+0,04+0=0,12

p2 =             ∑P                 =   52   =  0,26x100% = 26%
        Banyak pengamatan       200
p = 0,509
2pq =              ∑MJ             =  98  =  0,49x100% = 49%
         Banyak pengamatan      200
q2 =             ∑M                 =   50   =  0,25x100% = 25%
        Banyak pengamatan       200
q = 0,5
p2+2pq+q2 = 1
0,26+0,49+0,25 = 1
Frekuensi alele:
q = 1-p
   = 1-0,509
   = 0,491
 p2 : 2pq : q2
= 26% :49% :25%
= 1,04 : 1,96 : 1
= 1 : 2 : 1
Kesimpulan: Hasil pengamatan sesuai dengan asumsi Hardy-Weinberg
Kesimpulan X2: X2 tabel= 5,99
                           X2 hitung= 0,12
                         X2 hitung < X2 tabel
                         Hipotesis diterima karena X2 hitung lebih kecil.

Pengambilan kacang kedelai (Chi-square) X tabel= 5,99

HH
HP
PP
å
Observasi (O)
Harapan (E)
(O – E)2
19
25
-6

1,44
53
50
3

0,18
28
25
3

0,36
100
100
0

1,98
X2
1,44+0,18+0,36=1,98

p2 =             ∑P                 =   19   =  0,19x100% = 19%
        Banyak pengamatan       200
p = 0,435
2pq =              ∑HP             =  53  =  0,53x100% = 53%
         Banyak pengamatan      200
q2 =             ∑H                =   28   =  0,28x100% = 28%
        Banyak pengamatan       200
q = 1-p
   = 1-0,435
   = 0,565

p2+pq+q2= 1
0,19+0,53+0,28= 1
p2:pq:q2= 1
19%:53%:28%
1:2,8:1,5
1:3:2
Pengambilan kacang tanah
x
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
å
9
75
98
16
2





















VI. PEMBAHASAN

            Populasi Mendel dapat dipandang sebagai suatu kelompok organisme yang bereproduksi secara seksual dengan derajat hubungan keluarga yang relatif dekat yang berada di dalam batas-batas geografis dimana terjadi antar-perkawinan (interbreeding). Jika semua gamet yang dihasilkan oleh suatu populasi Mendel ditetapkan sebagai campuran hipotesis unit-unit genetik yang akan menimbulkan generasi berikutnya, kita mempunyai konsep suatu kelompok gen (gen pool).
            Jika kita memperhatikan sepasang alel (A dan a), kita akan menemukan bahwa persentase gamet-gamet pada pusat gen yang mengandung A atau a akan bergantung pada frekuensi-frekuensi genotipe dari generasi parental yang gamet-gametnya membentuk pusat gen ini. Misalnya, jika sebagian besar populasi itu bergenotipe resesif aa, maka frekuensi alele resesif dalam pusat gen itu akan relatif tinggi, dan persentase gamet-gamet yang mengandung alele dominan A secara bersesuaian akan rendah. Perkawinan antar anggota dalam suatu populasi yang terjadi secara acak maka frekuensi zigotik yang diharapkan pada generasi berikutnya dapat diramalkan dari pengetahuan tentang frekuensi gen (alelik) dalam pusat gen dari populasi parental,  (Stanfield, 1991).
            Bahwa p + q = 1, yaitu persentase gamet-gamet A dan a harus menjadi 100% umtuk memperhitumgkan semua gamet dalam pusat gen. Frekuensi-frekuensi genotipe (zigotik) yang diharapkan pada generasi berikutnya dapat diringkas seperti berikut:
(p + q)2 = p2 + 2pq + q2 = 1,0
    AA     Aa    aa
Jadi p2 adalah fraksi generasi berikutnya yang diharapkan menjadi homozigot dominan (AA), 2pq adalah fraksi yang diharapkan heterozigot (Aa), dan q2 adalah fraksi yang diharapkan resesif (aa). Semua fraksi genotipe ini harus menjadi satu unit untuk memperhitungkan semua genotipe dalam populasi keturunan.
            Rumus ini, yang mengekspresikan harapan-harapan genotipe dari keturunan yang berkenaan dengan frekuensi-frekuensi gametik (alelik) dari pusat gen parental, disebut hukum Hardy-Weinberg, (Stanfield, 1991).
            No 2: Apabila perkawinan terjadi secara rambang dan apabila beberapa asumsi terpenuhi maka frekuensi alele dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan yang stabil, yaitu tidak berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tipe gamet yang berbeda (gamet dengan alele berbeda) akan terbentuk sebanding dengan frekuensi masing-masing alelenya dan frekuensi tiap tipe zigot akan sama dengan hasil kali dari frekuensi gamet-gametnya.
            Asumsi untuk keseimbangan Hardy-Weinberg:
1.      Perkawinan secara rambang. Dalam perkawinan rambang fenotipe individu tidak mempengaruhi pilihan pasangannya. Perkawinan rambang lebih banyak terjadi diantara tanaman diantara manusia dan hewan.
2.      Tidak ada seleksi. Semua gamet mempunyai kesempatan sama untuk membentuk zigot dan semua zigot mempunyai viabilitas (daya hidup) dan fertilitas sama.
3.      Tidak ada migrasi, yaitu tidak ada introduksi alele dari populasi lain.
4.      Tidak ada mutasi. Mutasi adalah proses yang lambat dan perubahan frekuensi alele biasanya minimal.
5.      Tidak ada penghanyutan genetik rambang (random genetic drift). Penghanyutan terjadi dalam populasi kecil karena contoh alele yang kecil bila dibandingkan suatu populasi besar.
6.      Meiosis normal sehingga hanya faktor kebetulan yang berlaku dalam gametogenesis.
           
            No 3 :  Sifat kualitatif merupakan sifat-sifat yang mudah digolongkan kedalam kategori fenotipe yang jelas. Fenotipe-fenotipe yang jelas ini berada dibawah kendali genetik dari hanya satu atau beberapa gen dengan sedikit atau tanpa modifikasi-modifikasi lingkungan yang mengaburkan pengaruh-pengaruh gennya. Pigmentasi normal atau albino, penggunaan tangan kanan atau kiri, dan rambut lurus (normal) atau keriting merupakan salah satu contoh dari sifat kualitatif.
         Banyak sifat tanaman dan hewan lebih memperlihatkan perbedaan tingkatan fenotipe kontinu daripada perbedaan tingkatan fenotipe yang jelas dan tegas seperti yang dijumpai dalam segregasi sifat Mendel. Sifat-sifat ekonomis penting seperti hasil tanaman, produksi telur dan susu, pertambahan berat badan, tinggi tanaman, ketahanan terhadap penyakit dan lain-lain, menunjukan pola yang seolah-olah tercampur dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Sifat-sifat ini sering disebut sifat-sifat kuantitatif yang dibedakan dari sifat kualitatif yang kategorinya berbeda jelas, (Crowder, 1986).
         Hasil pengamatan menunjukkan  pada pengambilan 200 kali kancing memberikan hasil X2 hitung (0,12) > X2 tabel (5,99) hal ini menunjukkan hipotesis diterima dan keseimbangan Hardy-Weinberg juga terpenuhi dengan  perbandingan yang menunjukkan 1:2:1. Hal tersebut berbeda dengan pengambilan 100 kali kacang kedelai. Hipotesis diterima dengan hasil X2 hitung (1,98) > X2 tabel (5,99) , sedangkan kesimbangan Hardy-Weinberg tidak terpenuhi karena perbandingan menunjukkan 1:3:2. Banyak faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan perhitungan dasar mungkin kesalahan praktikan dalam membaca dan mencatat warna kedelai. Ataupun tidak terjadinya homogenitas (perkawinan acak) dalam populasi hal ini ditunjukkan dengan biji kedelai yang tidak homogen sehingga warna yang sama masih mengumpul pada suatu tempat. Pada pengamatan karakter kuantitatif dan kualitatif  yang menggunakan kacang tanah tidak menunjukkan grafik distribusi normal seperti yang diharapkan:
Grafik Hubungan Berat Kacang Tanah dengan Frekuensi
        
         No 4 : Penelitian suatu sifat kuantitatif dalam suatu populasi besar biasanya membuktikan bahwa sedikit sekali individu yang mempunyai fenotipe-fenotipe ekstrem dan yang secara progresif lebih banyak individu ditemukan lebih mendekati nilai rata-rata bagi populasi itu. Tipe distribusi simetris ini khas berbentuk lonceng dan disebut suatu distribusi normal. Ini mendekati distribusi (p + q)n apabila pangkat dari binomial itu sangat besar dan p dan q keduanya 1/n atau lebih besar.     

Suatu Distribusi Normal
      Dalam praktikum ini praktikan menemukan keadaan di mana perbandingan genotipe yang dihasilkan dari persilangan monohibrid tidak sama dengan perbandingan pada saat kondisi ekuilibrium yaitu 1 : 2 : 1. Jika diuji dengan menggunakan metode chi square (x2) akan didapatkan hasil dengan X2 tabel lebih besar dari X2 hitung yang menyebabkan hipotesis diterima. Tidak samanya perbandingan genotipe yang dihasilkan dari persilangan monohibrid ini dikarenakan adanya suatu keadaan di mana hukum Hardy-Weinberg tidak dapat diterapkan yaitu pada saat terjadi mutasi, penyimpangan genetik (Genetic Drift), migrasi gen, Perkawinan tak acak, Reproduksi Diferensial, (Kimball, 1994).





VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1.      Faktor-faktor lingkungan, seperti seleksi, mempunyai kecenderungan untuk merubah frekuensi gen dan dengan demikian akan menyebabkan perubahan dalam populasi.
2.      Dari hasil praktikum dengan penghitungan terhadap persilangan kedelai putih dan kedelai hitam didapatkan perbandingan 1:3:2.
3.      Dari hasil praktikum dengan penghitungan terhadap pengambilan kancing didapatkan pernadingan genotipe 1:2:1.
4.      Pada percobaan terhadap sifat kuantitatif (kacng tanah) didapatkan 0,4 sebagai berat yang paling dominan dari 200 buah kacang tanah.
5.      Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg tidak dapat diterapkan pada saat terjadi mutasi, penyimpangan genetik (Genetic Drift), migrasi gen, Perkawinan tak acak, Reproduksi Diferensial.

B. Saran
         Praktikum kali ini sudah berjalan cukup baik, hanya alat dan bahan praktikum perlu ditambah lagi terutamatimbangan analitik agar praktikum dapat berjalan lancar.











DAFTAR PUSTAKA

Crowder, L. V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University       Press:Yogyakarta.

Kimball, John W. 1994. Biologi Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta.
Stanfield, W. D. 1991. Genetika Edisi Kedua. Erlangga:Jakarta.
Suryo. 1983 Genetika. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta.
Yatim, Wildan. 1983. Genetika. Tarsito: Bandung.

gentum interaksi gen


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Terbentuknya individu hasil perkawinan dapat dilihat dalam wujud fenotip, pada dasarnya merupakan kemungkinan-kemungkinan pertemuan antara gamet jantan dan betina. Keturunan hasil suatu perkawinan silang tidak dapat dipastikan begitu saja, melainkan hanya diduga berdasarkan peluang yang ada.
            Setelah penemuan Mendel dan penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas, diketahui bahwa tidak semua keturunan yang segregasi dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang jelas dengan nisbah yang sederhana. Keragaman nisbah genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan adanya interaksi gen yaitu pengaruh satu alela terhadap alela yang lain pada lokus yang sama dan juga pengaruh satu gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus lain. 
            Menurut Hukum Mendel II pada pewarisan sifat secara bebas maka gen-gen pembawa sifat tersebut akan bersegresi, yang dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang jelas dengan nisbah yang sederhana. Namun penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak semua pewarisan sifat itu mengikuti hipotesis Hukum Mendel II. Variasi nisbah dari nisbah Mendel ini dapat terjadi karena adanya interaksi gen pada saat pembentukan gamet, (Crowder,1986).
           
B. Tujuan
            Tujuan praktikum interaksi gen ini adalah:
  1. Mengetahui bentuk-bentuk interaksi gen yang merupakan penyimpangan dari Hukum Mendel II
  2. Mengetahui munculnya sifat fenotip yang baru dari interaksi gen






II. TINJAUAN PUSTAKA

            Interaksi gen terjadi apabila dua atau lebih gen merinci enzim-enzim yang mengkatalis langkah-langkah dalam satu jalur bersama. Fenotip sendiri merupakan hasil produk gen yang dibawa untuk diekspresikan ke dalam suatu lingkungan tertentu, (Stanfield,1991).
            Menurut Crowder (1986), dominasi suatu alel yang lain tidak selalu terjadi. Penampakan suatu gen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, umur, kelamin, spesies, fisiologis, genetik, dan faktor-faktor lainnya. Bentuk-bentuk interaksi gen meliputi: intragenik (intralelik), intergenik, imteraksi gen dengan lingkungan.
            Intragenik atau intralelik adalah interaksi yang terjadi antara dua atau lebih alel yang berasal dari lokus yang sama, untuk menghasilkan fenotip yang sama. Bentuk interaksi ini meliputi:
  1. Kodominan yaitu kehadiran alel dominant dari suatu gen menyebabkan efek alel resesif dari lokus yang sama akan tertutupi, sehingga fenotip yang tampak adalah alel dominan.
  2.  Kodominan parsial yakni interaksi antara dua alel yang menghasilkan fenotip antara atau intermediate.
  3. Kekodominan yaitu alel-alel suatu gen dari lokus yang sama memberikan efek yang sama pada penamppilan fenotipnya.
Bateson (1907) dalam eksperimennya dengan unggas dan Nilsson Ehle dengan tanaman gandum menemukan kejadian yang terkenal sebagai epistasis atau hipotasis ( Dwidjoseputro,1981).
Macam-macam epistasis:
  1. Epistasis dominan (perbandingan 12 : 3 : 1)
  2. Epistasis resesip (modifying gen) (perbandingan 9 : 3 : 4)
  3. Epistasis dominan resesip (Inhibiting gen) (perbandingan 13 : 3)
  4. Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15 : 1)
  5. Epistasis resesip duplikat (Complementary factor) (perbandingan 9 : 7)
  6. Gen duplikat dengan efek kumulatip (perbandingan 9 : 6 :1).
            Penentuan hasil suatu persilangan apakah menyimpang dari nisbah Hukum Mendel II (untuk persilangan dihibrid 9:3:3:1), perlu diadakan suatu pengujian. Uji yang lazim digunakan adalah Chi-square.
            Rumus untuk uji Chi-square:
X2 =2    à untuk 3 atau lebih kelas fenotip
X2 = 2     à untuk 2 kelas fenotip    
                                 
dimana: X2 = Chi-square
              O = Observasi
              E  = Harapan


           
















III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat
  1. Enam kantong plastik hitam yang berisi kancing berwarna.

B. Bahan
  1. Alat tulis
  2. Data pengamatan
  3. Kalkulator
  4. Penggaris





















IV. PROSEDUR KERJA

1.      Satu dari enam kantong plastik yang berisi kancing berwarna diambil, kemudian dikocok hingga homogen.
2.      Satu butir kancing diambil dan dicatat hasilnya.
3.      Pengambilan kancing dilakukan 90 dan 160 kali dan dicatat pada lembar pengamatan yang disediakan.
4.      Data dianalisa dengan uji X2
5.      Cantumkan kode kantong di bagian atas.
6.      Kegiatan satu sampai lima diulangi untuk keenam kantong plastik yang lainnya.

V. HASIL PENGAMATAN


1. Kantong plastik A
Pengambilan kancing sebanyak 90 kali, X2tabel=5,99 Perbandingan= 12:3:1


Karakteristik yang diamati
Merah
Putih  
Hitam  
å Total
O (observasi)
47
35
8
90
E (harapan)
67,5
16,875
5,625
90
(O – E)
-20,5
18,125
2,375
0
(O-E)2
420,25
328,5
5,64
75,439

 
(O-E)2
              E
6,225
19,46
1,00
26,85
X2
6,225
19,46
1,00
26,85
               
                X2 hitung     = 26,85
                X2 tabel        = 5,99 
               X2 hitung > X2 tabel
Hipotesis ditolak artinya pengambilan tidak sesuai perbandingan.

Pengambilan kancing sebanyak 160 kali, X2tabel=5,99 Perbandingan 12:3:1


Karakteristik yang diamati
Merah  
Putih
Hitam
å Total
O (observasi)
91
55
14
160
E (harapan)
120
30
10
160
(O – E)
-29
25
4
0
(O-E)2
841
625
16
1482

 
(O-E)2
              E
7,008
20,83
1,6
29,43
X2
7,008
20,83
1,6
29,43
                             
               X2 hitung      = 29,43
               X2 tabel        =5,99
               X2 hitung >X2 tabel
Hipotesis ditolak artinya pengambilan tidak sesuai    perbandingan.


2. Kantong plastik B
Pengambilan kancing sebanyak 90 kali, X2tabel=5,99 Perbandingan 9:3:4


Karakteristik yang diamati
Orange
Hijau
Coklat
å Total
O (observasi)
47
20
17
90
E (harapan)
50,625
16,875
22,5
90
(O – E)
-3,625
9,125
-5,5
0
(O-E)2
13,14
83,26
30,25
126,65

 
(O-E)2
              E
0,26
4,9
1,3
6,46
X2
0,26
4,9
1,3
6,46
                             
            X2 hitung   = 6,46
      X2 tabel    = 5,99
      X2 hitung < X2 tabel
      Hipotesis ditolak artinya pengambilan tiadak sesuai dengan perbandingan


Pengambilan kancing  sebanyak 160 kali, X2tabel= 3,84 Perbandingan 9:3:4


Karakteristik yang diamati
Orange  
Hijau
Coklat  
å Total
O (observasi)
101
25
34
160
E (harapan)
90
30
40
160
(O – E)
11
-5
-6
0
(O-E)2
121
25
36
182

 
(O-E)2
              E
1,34
0,83
0,9
3,07
X2
1,34
0,83
0,9
3,07

      X2 hitung  = 3,07
      X2 tabel    = 3,84
      X2 hitung < X2 tabel
      Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan

3. Kantong Plastik C
Pengambilan kancing sebanyak 90 kali, X2tabel=3,84 Perbandingan 13:3

                            Karakteristik yang diamati
Putih
Coklat
å Total
O (observasi)
73
17
90
E (harapan)
73,125
16,875
90
(O – E)
0,125
0,125
0
(O-E)-0,5)2
0,14
0,14
0,28
2
0,0019
0,0083
0,0102
      X2
0,0019
0,0083
0,0102
     
X2 hitung        = 0,0102
      X2 tabel          = 3,84
             X2hitung < X2tabel    
             Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan.

Pengambilan kancing sebanyak 160 kali, X2tabel=3,84 Perbandingan 13:3


Karakteristik yang diamati
Putih
Coklat
å Total
O (observasi)
127
33
160
E (harapan)
130
30
160

 
(O – E)
3
3
0
((O-E)-0,5)2
6,25
6,25
12,5
2
0,048
0,208
0,256
X2
0,048
0,208
0,256

X2 hitung   = 0,256
X2 tabel     = 3,84 
X2hitung < X2tabel
       Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan.

4. Kantong Plastik D
Pengambilan kancing sebanyak 90 kali, X2tabel=3,84 Perbandingan 15:1

                            Karakteristik yang diamati
Kuning
Hitam
å Total
O (observasi)
83
7
90
E (harapan)
84,37
5,63
90
(O – E)
1,37
1,38
2,75
(O-E)-0,5)2
0,75
0,77
1,57
2
0,008
0,13
0,138
      X2
0,008
0,13
0,138

      X2 hitung         = 0,138
      X2 tabel           = 3,84
             X2hitung < X2tabel    
             Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan.


Pengambilan kancing sebanyak 160 kali, X2tabel=3,84 Perbandingan 15:1

                            Karakteristik yang diamati
Kuning
Hitam
å Total
O (observasi)
148
12
160
E (harapan)
150
10
160
(O – E)
2
2
4
(O-E)-0,5)2
2,25
2,25
4,5
2
0,015
0,225
0,24
      X2
0,015
0,225
0,24
            
            X2 hitung   = 0,24
            X2 tabel     = 3,84
       X2hitung < X2tabel
       Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan.

     5. Kantong Plastik E
Pengambilan kancing sebanyak 90 kali, X2tabel=3,84 Perbandingan 9:7

                            Karakteristik yang diamati
Coklat
Hitam
å Total
O (observasi)
49
41
90
E (harapan)
50,62
39,75
90,37
(O – E)
1,62
1,25
2,81
(O-E)-0,5)2
1,25
0,56
1,81
2
0,024
0,014
0,038
      X2
0,024
0,014
0,038

      X2 hitung        = 0,038
      X2 tabel          = 3,84
             X2hitung > X2tabel    
             Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan.
Pengambilan kancing sebanyak 160 kali, X2tabel=3,84 Perbandingan 9:7

                            Karakteristik yang diamati
Coklat
Hitam
å Total
O (observasi)
83
77
160
E (harapan)
90
70
160
(O – E)
7
7
14
(O-E)-0,5)2
42,25
42,25
84,5
2
0,47
0,60
1,07
      X2
0,47
0,60
1,07
            
             X2 hitung        = 1,07
             X2 tabel           = 3,84
       X2hitung < X2tabel
       Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan.

6. Kantong plastik F
Pengambilan kancing sebanyak 90 kali, X2tabel=5,99 Perbandingan  9:6:1


Karakteristik yang diamati
Hitam
Kuning
Merah
å Total
O (observasi)
47
37
6
90
E (harapan)
50,62
33,75
5,63
90
(O – E)
-3,62
3,25
0,36
0
(O-E)2
13,10
10,56
0,12
23,78

 
(O-E)2
    E
0,25
0,37
0,021
0,581
X2
0,25
0,37
0,021
0,581
           
X2 hitung         = 0,581
            X2 tabel           = 5,99
      X2 hitung < X2 tabel
          Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai perbandingan.

Pengambilan kancing sebanyak 160 kali, X2tabel=5,99 Perbandingan 9:6:1


Karakteristik yang diamati
Hitam
Kuning
Merah
å Total
O (observasi)
94
53
13
160
E (harapan)
90
60
10
160
(O – E)
4
7
3
0
(O-E)2
16
49
9
74

 
(O-E)2
              E
0,17
0,82
0,9
1,89
X2
0,17
0,82
0,9
1,89

      X2 hitung       = 1,89
      X2 tabel          = 5,99
      X2 hitung >X2 tabel
          Hipotesis diterima artinya pengambilan sesuai  perbandingan.














VI. PEMBAHASAN

Hukum Mendel II tentang berpadu bebasnya gen-gen pada saat pembentukan gamet untuk persilangan dihibrid akan memberikan nisbah atau perbandingan 9:3:3:1. Namun tidak semua hasil persilangan nisbahnya mengikuti nisbah Hukum Mendel II. Variasi fenotip yang menyimpang dari Hukum Mendel II terjadi karena adanya interaksi antar gen. Interaksi antar gen akan menyebabkan sifat keturunan F1 tidak menyerupai parental (induk) dan munculnya fenotip-fenotip baru pada keturunan F2-nya.
             Interaksi antar gen (intergenik) akan menyebabkan peristiwa epistasis yaitu penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain. Sebuah atau sepasang gen yang menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yng dikalahkan ekspresinya dinamakan gen hipostasis, (Suryo,1992).
Penampilan luar suatu individu atau  fenotip diatur oleh gen-gen yang dimilikinya dan interaksi dengan lingkungan. Umumnya satu gen mengatur satu sifat , tetapi adakalanya satu sifat diatur oleh dua gen atau lebih. Salah satu contohnya adalah pada peristiwa epistasis yakni penutupan ekspresi suatu alel (gen) oleh alel yang lain yang berasal dari lokus yang berbeda.  
            Macam-macam epistasis pada penyimpangan hukum Mendel II yaitu:
1.      Epistasis dominan (perbandingan 12 : 3 : 1)
Epistasis dominan adalah peristiwa di mana gen dominan menutupi gen dominan lain yang bukan alelnya. Faktor pembawa sifat yang menutup disebut epistasis, sedangkan sifat yang tertutup disebut hipostasis.
Contoh: pada warna buah squash
       Warna putih (W) dominan terhadap kuning (Y) dan hijau (y)
       Kuning (Y) gen warnanya dihambat oleh W tapi dominan                    terhadap warna hijau.
P1  WWYY     x          wwyy
      putih                       hijau
F1                  WwYy
                      putih
F2  9 W-Y- : 3 W-yy:3wwYy:1wwyy
      12 putih:3kuning:1hijau
2.      Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9 : 3 : 4)
Epistasi resesif atau kriptomeri adalah peristiwa pembastaran, di mana suatu faktor dominan tersembunyi oleh suatu faktor dominan lainnya dan baru tampak bila tidak bersama-sama dengan faktor penutup itu.
Contoh: warna kulit tanaman bawang merah
             C=gen dominan yang diperlukan untuk menghasilkan warna kuning
             c=alel tak aktif yang menghalangi pembentukan warna.
             R=gen dominan untuk warna merah
             r=alel resesif untuk warna kuning.
             P1     CCrr        x       ccRR
                      kuning              putih
             F1                  CcRr
                                  merah
             F2     9 C-R- : 3 C-rr : 3ccR- : 1ccrr
                      9merah : 3kuning : 4putih

3.      Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen) (perbandingan 13 : 3)
Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika bersama-sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut.
Contoh: pada warna kulit bawang merah
C=dominan untuk pembentukan warna
c=resesif yang menghambat timbulnya warna
I=gen dominan epistatik yang menghambat pembentukan warna
P1        IICC       x        iicc
             putih                 putih
F1                     IiCc
                         putih
F2        9I-C- : 3I-cc : 3iiC- : 1iicc
             12 putih : 3 berwarna : 1 putih
             = 13 putih : 3 berwarna

4.      Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15 : 1)
Epistasis dominan duplikat adalah gen dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi mempengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme.
Contoh: pada bentuk polong tanaman Shepherds purse
T1                  =gen dominan untuk bentuk segitiga
T2                  =gen lain untuk bentuk segitiga
t1 dan t2       =gen resesif untuk bulat telur

P1     T1T1T2T2           x          t1t1t2t2
         segitiga                                bulat telur
F1                           T1t1T2t2
                               segitiga
F2     9T1-T2- : 3T1-t2t2 : 3t1t1T2- : 1t1t1t2t2
         15 segitiga : 1 bulat telur
5.      Epistasis resesif duplikat (Complementary factor) (perbandingan 9 : 7)
Epistasis resesif duplikat adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotip alelnya. Bila salah satu gen tidak ada maka pemunculan sifat terhalang.
Contoh: pada warna bunga tanaman kapri
C=dominan untuk pembentukan warna
P=dominan untuk penghasil pigmen warna ungu
P1     CCpp         x           ccPP
         putih                       putih
F1                     CcPp
                         ungu
F2     9C-P- : 3C-pp : 3 ccP- : 1ccpp
         9 ungu : 7 putih
6.       Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan 9 : 6 :1).
Penyimpangan semu ini terjadi karena terdapat dua gen dominan yang mempengaruhi bagian tubuh makhluk hidup yang sama. Jika berada bersama-sama, fenotipnya merupakan gabungan dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut.
Contoh: pada bentuk buah tanaman Squash. Dua gen dominan apabila berdiri             sendiri akan mempengaruhi diameter dan menghasilkan bentuk bulat,            tetapi apabila bersama-sama maka pengaruhnya adiktif dan lebih   memperbesar diameter sehingga diperoleh bentuk buah bulat pipih.

      P1     AAbb           x              aaBB
          bulat                             bulat
F1                        AaBb
                         bulat pipih
F2     9 A-B-: 3 A-bb : 3 aaB- : 1 aabb
         9 bulat pipih : 6 bulat : 1 memanjang
                Hipotesis akan diterima jika nilai X2 hitungnya lebih kecil dari nilai X2 tabel yang artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan yang telah ditetapkan. Tidak semua pengambilan kancing yang merupakan peragaan sederhana dari peristiwa-peristiwa epistasis sesuai dengan perbandingan atau nisbah yang telah ditetapkan baik pengambilan sebanyak 90X maupun 160X. Pada kantong A (epistasis dominan) semuanya tidak sesuai dengan perbandingan yang telah ditentukan. Pada Kantong A, B (epistasis resesif duplikat) pengambilan 90X pengambilan tidak sesuai dengan perbandingan yang telah ditentukan dan pada kantong A (gen duplikat dengan efek kumulatif) pengambilan 160X pun tidak sama dengan perbandingan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kekeliruan dalam pencatatan warna kancing yang diambil atau bisa juga disebabkan pada saat pengambilan kancing yang tidak melalui proses pengocokkan terlebih dahulu. Faktor yang mempengaruhi interaksi gen adalah lingkungan, kelamin, spesies, fisiologis, genetik, dan faktor-faktor lainnya.
               
               


VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1.      Macam-macam epistasis pada penyimpangan hukum Mendel II yaitu:
1.       Epistasis dominan (perbandingan 12 : 3 : 1)
2.       Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9 : 3 : 4)
3.       Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen) (perbandingan 13 : 3)
4.       Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15 : 1)
5.       Epistasis resesif duplikat (Complementary factor) (perbandingan 9 : 7)
6.       Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan 9 : 6 :1).
2. Interaksi gen menyebabkan perbandingan fenotip perkawinan dihibrid pada F2              menyimpang dari Hukum Mendel II.

B. Saran
            Secara keseluruhan praktikum acara IV ini sudah cukup baik. Hanya saja pada saat assisten memberikan materi kurang bisa dicerna secara langsung oleh praktikan. Saran saya agar assisten dapat menyampaikan materi lebih baik lagi.














DAFTAR PUSTAKA

Adisoemarto, soenartono. 1988. Genetika Edisi Ketiga. Erlangga : Jakarta

Campbell, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchel. 2002. Biologi. Erlangga: Jakarta

Crowder, L. V. 1982. Genetika Tumbuhan.Gadjah Mada University          Press:Yogyakarta.

Dwidjoseputro, D. 1997.  Pengantar Genetika. Bhatara: Jakarta.

Standfield, W. D. 1991. Genetika: Teori dan Soal-Soal.Erlangga:Jakarta.

Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta.

Yatim, Wildan. 1983. Genetika. Tarsito: Bandung

http://www.wikipedia.org . Diakses tanggal 15 mei 2009, pukul 19.35